Monday, September 22, 2014

Tentang Aku yang Ingin Bercerita

Sekarang keadaannya sudah jauh berbeda. Sudah hampir 2 tahun sejak pertama kali aku mengenalmy. Setahun kisah itu pernah terangkai indah dalam jarak dan kesabaran. Hingga akhirnya aku memutuskan untuk menyerah mengertimu, menyerah bersabar untukmu, dan menyerah karena terlalu lelah dengan jarak dan komunikasi yang semakin jarang karena kesibukanmu, kesibukan kita masing-masing.
Apa kabar kamu yang telah ku simpan rapat-rapat dalam kotak pengabaian abadi? Saat ini aku sedang sangat ingin bercerita. Entah yang ku rasa bisa mengerti aku hanyalah kamu dan blog ini. Kau tahu? Setelah kau memutuskan untuk pergi, aku telah mencintai seseorang melebihi aku pernah mencintaimu dulu. Dia baik, dia selalu ada, dia selalu mengerti, dan dia selalu sabar menghadapiku. Tapi, kau tahu? Semua hal positive itu menjadi sebuah pertanyaan besar saat ini setelah pengakuannya bahwa dia pernah tidak mencintaiku selama hampir 5 bulan di awal hubungan kami. Dia memilih mengabaikan pesanku dan lebih memilih vcall bersama perempuan yang telah meninggalkannya sama persis seperti kau meninggalkanku dulu. Saat dia jujur tentang kejahatannya dulu, hatiku terasa jauh lebih hancur daripada ketika kau meninggalkanku dulu. Bukan main, 5 bulan aku dibohonginya, menjadi perempuan tolol yang menghamba pada kebohongannya. Tapi, kau tahu? Mungkin ini yang dinamakan cinta? Hatiku yang hancur berhasil aku utuhkan untuknya, untuk mencintainya tanpa kurang. Aku memaafkannya. Hanya saja, saat ini ingatan tentang kejujurannya waktu itu selalu menggangguku. Entah, aku hanya merasa terganggu!! Aku tidak suka perasaan ini. Aku mencintainya, setulusnya. Apakah menurutmu saat ini dia juga mencintaiku? Atau mencintaiku lebih besar daripada cintanya pada perempuan yang meninggalkannya dulu sama seperti aku lebih mencintainya daripada kau yang meninggalkanku dulu?
Entah kau masih mengunjungi blog ini atau sudah melupakannya, tapi ketika kau membaca ini, aku ingin kau tahu, aku bahagia dengan hidupku saat ini bersama seseorang yang (mungkin) mencintaiku sebesar aku mencintainya. Aku harap, kebahagiaan juga tak pernah jauh darimu.
Akhirnya kita menemui bahagia dengan jalan yang berseberangan. Tak apa, Badak Jelek, asalkan kita akhirnya bahagia, walau mungkin tidak harus bersama seperti mimpi masa lalu itu.

Wednesday, September 17, 2014

Tentang Kebohongan yang Termaafkan

Sebelumnya sulit menerima kejujuranmu tentang kepura-puraanmu mencintaiku. Ada sesak yang tak bisa ku kendalikan. Napasku tercekat. Oksigen tiba-tiba tak mampu terhirup.
Ada air mata yang setengah mati tertahan di kantung mata. Air mata yang begitu pilu mengetahui kekasih yang setulusnya ku cintai pernah dengan sengaja menghianatiku, dengan kekasihnya sebelum aku.
Rasanya aku ingin berlari sekencang-kencangnya saat itu juga. Meninggalkan semuanya yang sudah terlanjur manis namun diawali dengan kebohongan. Ya, ternyata lima bulan aku dibohongimu. Itu bukanlah waktu yang singkat. Lima bulan aku tidak dicintaimu di saat hatiku telah sepenuhnya mencintaimu.
Ya, hubungan kita kau awali dengan kebohonganmu, menghianatiku.
Namun, pada pengakuanmu di sela-sela permintaan maafmu, saat ini tidak ada perempuan lain selain aku. Aku percaya. Entah darimana percaya itu bisa datang. Aku yang sebelumnya tak bisa percaya lagi kepada pembohong, dengan gampangnya memaafkan dan mempercayaimu kembali.
Aku melihat kesungguhan itu. Aku bisa merasakan, akulah satu-satunya yang dicintaimu. Kamu, lelaki yang selalu aku banggakan, sekarang seutuh hatimu untukku.
Sejauh ini aku percaya. Di sampingmu aku bahagia. Di dekatmu aku menjadi kuat. Dan hanya dengan senyummu kesedihanku melebur.
Aku ingin denganmu. Menua bersamamu. Denganmu aku bahagia.
Untuk kekasihku, Bul.

Monday, September 1, 2014

Tentang Dia yang Pernah Berjuang

Aku ingin bercerita tentang seseorang yang mungkin telah aku sia-siakan. Seseorang yang telah berkorban banyak untukku. Seseorang yang rela melakukan apa saja untukku namun tak mampu merebut hatiku, cintaku akan selalu hanya untuk kekasihku.
Sebut saja dia Adi, seorang lelaki yang kira-kira tingginya 180 cm. Rambutnya panjang alias gondrong yang selalu diikat rapi. Alisnya tebal dan tegas. Sorot matanya yang tajam namun meneduhkan kadang membuatku tidak berani menatapnya. Rahangnya tegas setegas keinginannya menginginkanku.
Di suatu hari, dia memintaku lagi untuk memberinya sedikit ruang di hatiku, meminta sebagian kecil tempat kekasihku, entah ini yang keberapakalinya dia meminta, lalu lagi-lagi aku mengatakan "Tidak". Katanya, dia tak mengapa menunggu sampai kapanpun, sampai hatiku bisa memberinya sedikit ruang. Namun, tetap tak bisa. Tak mampu aku membagi. Hingga akhirnya aku memutuskan untuk menghilang saja darinya, mengacuhkannya. Bukan karena aku jahat, justru aku ingin melihatnya berhenti melihatku saja. 
Adi. Dia lelaki yang baik. Semoga Adi segera bertemu wanita yang baik juga untuknya. Melalui tulisan ini, aku hanya ingin menyampaikan terima kasih dan maaf yang mungkin tak sempat mungkin tak bisa mungkin tak mampu aku sampaikan.
Adi, terima kasih telah menjadi lelaki sabar dengan segala bentuk kasar penolakanku. Terima kasih telah selalu siap menolongku. Terima kasih untuk semua usahamu membahagiakanku.
Maaf, karena hatiku hanya bisa hanya mampu dan hanya ingin melihat kekasihku saja. Maaf, karena tak bisa membalas segala kebaikanmu. Maaf, kerana tak mampu mememenuhi keinginanmu untuk saling memiliki. Semoga kau selalu bahagia.